Pemerintah seharusnya segera menyelesaikan konflik organisasi notaris Indonesia. Pernyataan Direktur Jenderal Administrasi Badan Hukum (AHU), Cahyo R. Muzhar yang menyebut dua organisasi notaris yang kini ada itu semuanya adalah ilegal semestinya tidak berhenti dalam pernyataan seperti itu saja. Kementerian harus bertindak agar ada organisasi yang legal.
Pernyataan Cahyo tentang dua organisasi notaris diucapkan di sela-sela Seminar International Money Laundering di Universitas Pelita Harapan, Rabu, 5 Juni lalu. Dirjen AHU menegaskan dua kelompok organisasi notaris itu semuanya tidak terdaftar di Kementeriannya. Dengan status semacam itu, menurut Cahyo, ujian kode etik notaris yang diselenggarakan organisasi itu ilegal.
Jangan sampai kepentingan segelintir orang merugikan ribuan notaris di seluruh Indonesia.
Ilegal artinya tidak sah. Dalam konteks ini, jelas bermakna tidak sah di mata pemerintah yang menurut UU Notaris juga berperan sebagai “pembina” organisasi notaris. Jika pemerintah menyatakan dua organisasi tersebut tidak sah, artinya produk yang dihasilkan dua organisasi tersebut, ujian kode etik, surat menyurat, dan juga pelantikan anggota, bisa dinilai tidak sah bagi pemerintah.
Di sini yang dirugikan adalah para notaris, baik yang memilih masuk organisasi notaris kubu pimpinan Tri Firdaus Akbarsyah maupun kubu pimpinan Irfan Ardiansyah. Tri Firdaus terpilih dalam pemilihan di Tangerang pada 31 Agustus 2023 dan Irfan terpilih dalam pemilihan yang mereka sebut “Kongres Luar Biasa (KLB)” di Bandung pada 29 Oktober 2023. Tentu yang paling sial adalah para notaris baru -baru lulus- yang tak paham dan serta merta dihadapkan pada kondisi centang perentang organisasi notaris.
Organisasi notaris dibentuk untuk kemajuan notaris. Sebuah organisasi -yang benar- adalah melindungi anggotanya, memberi bantuan anggotanya yang dalam konteks ini kemudahan dalam melaksanakan pekerjaannya. Sebuah organisasi yang memeras anggotanya -dengan dalih apa pun- dan ujungnya adalah untuk kepentingan segelintir orang bisa disebut organisasi sontoloyo. Sama sontoloyonya jika ada organisasi yang menciptakan rambu-rambu yang rambu-rambu itu kemudian bisa diterobos asal ada upetinya untuk para pengurusnya.
Pemerintah tidak bisa mendiamkan dan sekadar mencap dua organisasi notaris ilegal. Pemerintah, seperti antara lain diatur dalam Pasal 66A dan Pasal 67 UU No.2 Tahun 2014 tentang Perubahan UU No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, memiliki fungsi pembinaan, pengawasan, dan memiliki wewenang membentuk majelis kehormatan notaris. Dengan dasar ini Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM bisa segera membereskan kisruh organisasi notaris. Pemerintah harus segera turun tangan menyelesaikan konflik ini. Jangan sampai kepentingan segelintir orang merugikan ribuan notaris di seluruh Indonesia. [beritanotariscom]