Notaris Ikhsan Lubis

Pria kelahiran Medan 2 Juli 1967 ini meraih gelar doktornya dari Universitas Sumatera Utara pada 23 April 2024 lalu, dengan judul “Paradigma Baru Pelaksanaan Tugas Jabatan Notaris dalam Kerangka Pengembangan Konsep Cyber Notary di Indonesia. Sehari-hari Ikhsan menjabat Ketua Pengurus Ikatan Notaris Indonesia (INI) Wilayah Sumatera Utara.

Menurut Iksan transformasi digital telah mengubah paradigma kerja notaris. Paradigma itu bersentuhan juga dengan undang-undang dan peraturan termasuk yang berkaitan dengan kerja dan tanggung jawab seorang notaris sehingga pada akhirnya diperlukan penyesuaian-penyesuaian.

Istilah cyber notary sendiri merujuk pengertian bahwa notaris mempergunakan dan memanfaatkan teknologi dalam melaksanakan tugas-tugasnya terutama dalam pembuatan akta. “Maka pada akhirnya, cyber notaris mengharuskan notaris mengubah paradigma konvensional dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya,” kata Ikhsan. Ikhsan, misalnya, memberi contoh perdebatan sah tidaknya rapat pemegang saham yang dilakukan melalui zoom. Hal-hal demikian menurut perlu pengaturan khusus.

Untuk mengatasi segala permasalahan berkaitan dengan cyber notary, Ikshan mengajukan sejumlah usul. Pertama, harmonisasi hukum. Menurut dia diperlukan harmonisasi antara UU No. 30/2004 tentang Jabatan Notaris -yang sebagaimana diubah menjadi UU No. 2/2014 dengan UU No. 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang telah diubah menjadi UU No. 1/2024 dan KUH Perdata.

Kedua, perlu ada panduan praktis juga lingkungan kerja yang mendukung penggunaan teknologi cyber notary. “Panduan tersebut bertujuan menjaga kepastian hukum dan menyesuaikan tugas-tugas notaris dengan perkembangan teknologi,” ujar Ikhsan.

Ketiga,  seorang notaris dalam melaksanakan tugas-tugas dalam cyber notary, notaris tetap terikat pada adagium absolute sentential expositore non indiget, yang menekankan pentingnya kejelasan dan ketegasan rumusan norma tanpa ada penjelasan tambahan. “Pengembangan konsep cyber notary membutuhkan kepastian hukum,” ujar Iksan. Karena itu ia mengusulkan revisi UU Jabatan Notaris untuk mengakomodasi pranata hukum cyber notary; UU ITE untuk mengatur tanda tangan elektonik dan perlindungan data dalam konteks tugas notaris; dan KUH Perdata untuk memberikan pengakuan hukum yang setara antara akta konvensional dengan akta elektronik.

Menurut Ikhsan, Pemerintah dan lembaga terkait harus memainkan peran proaktif dalam implementasi perubahan hukum yang telah diusulkan dan mencakup penerbitan, pengawasan, dan penegakan ketentuan yang relevan. Penyusunan naskah akademik peraturan yang bersifat komprehensif dengan pembentukan pranata hukum “Cyber Notary” di Indonesia didasarkan pada UU No. 1 Tahun 2024. “Dengan landasan hukum yang kuat, semangat inovasi dan adaptif sebagai pandangan progresif, diharapkan implementasi “Cyber Notary” dapat memberikan kontribusi positif terhadap kemajuan hukum dan pelayanan publik di era digital,” ujarnya.

Ikhsan Lubis menyelesaikan S-1 pada Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh dan Program Notariat di Universitas Sumatera Utara. Ia pernah berprofesi sebagai advokad pada 1991-2001 dan kemudian sejak 2002 hingga kini sebagai notaris/PPAT Kota Medan.

Ikhsan juga berprofesi sebagai staf pengajar di bidang Hukum Kenotariatan Prodi Magister Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU), Fakultas Hukum Universitas Medan Area (UMA), Fakultas Hukum Universitas Prima Indonesia (UNPRI), dan Program Pascasarjana Magister Kenotariatan Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU).

Ia juga sering  diminta untuk memberikan keterangan ahli pada Pengadilan Tata Usaha Negara Medan, dan Pengadilan Negeri Medan dan Pengadilan Negeri Balige serta Pengadilan Negeri Kabanjahe. [kac]

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *