Menyingkap Tabir Jerat Covernote bagi Notaris di Indonesia Indonesia (Analisis Perspektif Yuridis dan Filosofis) Oleh : Dr.H.Ikhsan Lubis, SH, SpN, M
*Ketua Pengwil Sumut Ikatan Notaris Indonesia dan Akademisi di bidang Hukum Kenotariatan
PENGERTIAN DAN ETIMOLOGI KATA “MENYINGKAP”
Kata “menyingkap” berasal dari bahasa Jawa “singkap” yang berarti membuka, dan dalam bahasa Jawa Kuno “siṅkab” yang berarti menyingkap atau membuka. Beberapa variasi dari kata dasar “singkap” antara lain “menyingkap,” “singkapan,” “tersingkap,” “singkapkanlah,” “disingkapkan,” “singkapkan,” “menyingkapkan,” dan “tersingkap hatinya.” Kata “tabir”, berarti: penutup atau pemisah. Kata “jerat”, berarti: perangkap atau jebakan. Kata “covernote”, berarti: catatan penutup. Kata “notaris”, berarti: Pejabat umum yang mempunyai kewenangan atribusi dari Undand-undang. Menyingkap jerat covernote bagi Notaris dalam tulisan ini berarti membuka atau mengungkapkan secara mendalam mengenai jerat atau permasalahan yang mungkin timbul akibat penerbitan covernote oleh notaris. Covernote merupakan surat keterangan sementara yang sering digunakan dalam praktek notaris untuk menyatakan bahwa dokumen atau proses tertentu masih dalam pengerjaan.
Covernote bukan merupakan akta autentik seperti yang diatur dalam Pasal 1868 KUHPerdata, dan karenanya covernote tidak memenuhi syarat sebagai akta autentik karena tidak diatur dalam undang-undang, melainkan hanya sebagai kebiasaan dalam pelaksanaan tugas notaris. Dalam praktik, covernote dikeluarkan oleh Notaris sesuai permintaan dari Bank, diantaranya berisi untuk memberikan keterangan sementara terkait surat tanah atau dokumen lain masih dalam pengerjaan terkait dengan proses pembebanan dan pengalihan hak atas barang jaminan. Tanggung jawab notaris terkait covernote yang dikeluarkan dapat dikaitkan dengan Putusan Mahkamah Agung Nomor 181/PDT/2019/PT.MKS. Jika covernote tidak dilaksanakan sesuai dengan isinya, notaris dapat dikenakan sanksi perdata berupa penggantian biaya, ganti rugi, dan bunga akibat tuntutan para pihak yang dirugikan.
Notaris tidak memiliki kewenangan atau mempengaruhi dalam menentukan pencairan dana kredit, yang sepenuhnya merupakan kewenangan bank.
Perlindungan hukum bagi notaris penting untuk mencegah kriminalisasi atau penerapan sanksi pidana yang tidak perlu terkait dengan penerbitan covernote. Perlindungan ini didasarkan pada beberapa prinsip utama, seperti asas kehati-hatian dan kepatutan. Simbol hukum yang sering digunakan adalah patung dewi keadilan yang matanya tertutup, menggambarkan bahwa hukum harus adil dan tidak memihak. Namun, ada perbedaan interpretasi antara perspektif Barat dan Timur terkait simbol ini. Indonesia menganut sistem hukum Eropa Kontinental, yang cenderung formal dan prosedural. Profesor Robert A. Kagan menyatakan bahwa sistem ini kurang responsif terhadap aspirasi dan nilai-nilai masyarakat.
PERLUASAN PARADIGMA HUKUM DI INDONESIA
Pasal 28 ayat 1 UU No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menegaskan perlunya hakim untuk menggali nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat, dan hal ini menunjukkan perlunya perubahan paradigma dalam penerapan hukum di Indonesia. Perlindungan jabatan notaris sebagai pejabat umum dengan kewenangan atribusi dari undang-undang sangat penting untuk mencegah penerapan sanksi pidana yang tidak perlu. Prinsip kehati-hatian dalam penerbitan covernote harus ditegakkan untuk memastikan bahwa tindakan notaris sesuai dengan norma hukum yang berlaku dan tidak menimbulkan kerugian bagi pihak lain. Dalam konteks yang lebih luas, sistem hukum di Indonesia perlu lebih responsif terhadap nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
Putusan Mahkamah Agung Nomor 181/PDT/2019/PT MKS merekonstruksikan kembali anasir-anasir hukum dari perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seorang notaris terkait penerbitan dan pelaksanaan surat keterangan (Covernote). Abstraksi hukum yang termuat dalam pertimbangan hukum Majelis Hakim terkait perbuatan Notaris dalam mengeluarkan covernote dengan menyatakan bahwa sertifikat sedang dalam proses peningkatan hak dan balik nama, namun tidak memenuhi janjinya untuk menyerahkan sertifikat dalam waktu yang ditentukan, mengakibatkan kerugian bagi PT BPR Dana Niaga Mandiri. Hakim membangun konstruksi hukum dengan mengacu pada Pasal 1365 KUHPerdata dan UUJN, dalam pertimbangan hukum Majelis Hakim menilai tindakan notaris berdasarkan asas kepatutan dan prinsif kehati-hatian, serta menetapkan tanggung jawab notaris untuk mengganti kerugian yang dialami oleh bank. Konstruksi hukum yang demikian mempunyai korelasi positif dalam kerangka hukum mencerminkan prinsip-prinsip hukum yang berlaku sesuai cita hukum di Indonesia, termasuk keadilan, kepastian hukum, dan kepentingan umum.
KEWENANGAN NOTARIS UNTUK MEMBUAT AKTA AUTENTIK
Di tengah dinamika perkembangan hukum yang terus berubah, peran Notaris sebagai pejabat umum yang berwenang dalam pembuatan akta autentik semakin penting dalam menjamin kepastian hukum. Reformasi hukum di Indonesia, terutama dengan adanya perubahan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014, telah memberikan landasan yang lebih kuat dan jelas bagi Notaris dalam menjalankan fungsinya. Tulisan ini juga bertujuan untuk mengkaji secara mendalam kewenangan Notaris dalam pembuatan akta autentik, serta implikasinya terhadap kepastian hukum di Indonesia. Dengan pendekatan yang mencakup analisis yuridis dan filosofis, tulisan ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang komprehensif mengenai peran dan tanggung jawab Notaris, serta bagaimana kewenangan yang diperluas dapat meningkatkan kepastian hukum dan mencegah sengketa.
Kerangka umum mengenai pentingnya peran Notaris dalam sistem hukum Indonesia, dengan fokus pada perubahan UUJN yang memperluas kewenangan Notaris. Analisis ini menggali implikasi filosofis dan praktis dari perubahan tersebut, menyoroti bagaimana Notaris dapat lebih efektif dalam memberikan kepastian hukum. Dengan demikian, tulisan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berharga dalam meningkatkan pemahaman dan penerapan hukum di Indonesia.
Notaris memiliki kewenangan dalam mengeluarkan covernote, meskipun tidak diatur secara spesifik dalam undang-undang, sebagai surat dibawah tangan yang memberikan keterangan sementara tentang status dokumen atau proses tertentu. Notaris harus bertindak sesuai dengan asas kehati-hatian dan kepatutan, memastikan informasi dan dokumen yang diterima lengkap dan benar, serta tidak boleh bertindak sewenang-wenang. Putusan Mahkamah Agung menegaskan tanggung jawab notaris untuk mengganti kerugian yang timbul akibat ketidakmampuan atau kelalaian dalam menjalankan tugasnya. Perlindungan hukum bagi notaris harus didasarkan pada asas keadilan, kepastian hukum, dan keseimbangan antara pelayanan masyarakat dan perlindungan kepentingan hukum. Perlindungan hukum bagi Notaris menjadi sangat penting untuk menjaga integritas profesi notaris dan memastikan bahwa mereka dapat menjalankan tugas mereka tanpa rasa takut atau tekanan yang tidak wajar.
KEWAJIBAN NOTARIS BERDASARKAN PASAL 16 UUJN
Tulisan ini mengkaji kewajiban notaris berdasarkan Pasal 16 Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) dengan fokus pada analisis perspektif yuridis dan filosofis yang mendasari ketentuan normanya. Selain itu, tulisan ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi variabel hukum yang terkait dengan pelaksanaan tugas, fungsi, peran, kewajiban, dan tanggung jawab notaris, serta sanksi hukum yang berlaku. Kepatuhan notaris terhadap kewajiban yang ditetapkan dalam Pasal 16 UUJN penting untuk menjaga integritas jabatan notaris dan memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat.
Dari perspektif yuridis, kewajiban notaris menjamin bahwa semua tindakan dan dokumen yang dibuatnya sah dan adil. Dari perspektif filosofis, kewajiban ini mencerminkan nilai-nilai kepercayaan (officium trust) dan netralitas yang harus dijaga oleh notaris dalam menjalankan tugasnya sebagai jabatan terhormat dan mulia (officium nobile). Tulisan ini menganalisis berbagai kewajiban notaris sebagaimana diatur dalam Pasal 16 UUJN, serta menyoroti sanksi yang dapat dikenakan jika kewajiban notaris dilanggar.
Dengan demikian, pemahaman dan penerapan kewajiban notaris sesuai dengan ketentuan norma Pasal 16 UUJN sangat penting untuk menjaga integritas jabatan notaris dan perlindungan hukum bagi masyarakat. Kewajiban notaris merupakan pilar utama (main pillars) dalam memastikan keabsahan dan keadilan dalam setiap akta yang dibuatnya, serta mencerminkan nilai-nilai etika dan profesionalisme yang harus dijunjung tinggi dalam profesi notaris. Pemahaman yang benar tentunya akan memberikan wawasan baru mengenai pentingnya kepatuhan notaris terhadap ketentuan UUJN, serta menekankan perlunya paradigma berpikir yang benar dalam memahami hakikat kewajiban notaris dari perspektif hukum dan filosofis.
KEPATUHAN TERHADAP KEWAJIBAN NOTARIS
Kepatuhan notaris terhadap kewajiban yang diatur dalam Pasal 16 UUJN tidak hanya menjaga integritas dan profesionalisme notaris tetapi juga memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat. Dari perspektif yuridis, kewajiban ini memastikan bahwa semua tindakan dan dokumen yang dibuat oleh notaris sah dan adil. Sementara dari perspektif filosofis, kewajiban ini mencerminkan nilai-nilai kepercayaan dan netralitas yang harus dijaga oleh notaris dalam menjalankan tugasnya. Penguatan pemahaman dan penerapan kewajiban notaris sesuai dengan Pasal 16 UUJN sangat penting untuk menjaga integritas jabatan notaris dan perlindungan hukum bagi masyarakat.
Kewajiban notaris mencakup berbagai aspek seperti bertindak amanah, membuat akta dalam bentuk minuta akta, menyimpan dokumen dengan sidik jari penghadap, mengeluarkan salinan akta, memberikan pelayanan sesuai undang-undang, menjaga kerahasiaan informasi, pengjilidan akta, dan membuat daftar akta protes terhadap surat berharga yang tidak dibayar atau diterima. Dari perspektif yuridis, kewajiban notaris bertujuan untuk memastikan keabsahan, integritas, dan keadilan dalam pembuatan akta dalam praktek kenotariatan di Indonesia.
Kepatuhan terhadap kewajiban notaris juga mencerminkan nilai dan manfaat yang signifikan bagi masyarakat, dan kepatuhan notaris terhadap ketentuan Pasal 16 UUJN tidak hanya menjaga integritas dan profesionalisme notaris tetapi juga memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat. Pengetahuan yang mendalam tentang hukum dan prosedur notaris memastikan bahwa setiap dokumen yang dibuat memiliki kekuatan hukum yang sah. Oleh karena itu, kepatuhan terhadap kewajiban notaris memberikan kepastian hukum dan memperkuat integritas sistem hukum di Indonesia.
NILAI-NILAI KEJUJURAN, INTEGRITAS, DAN KEADILAN
Kepatuhan notaris terhadap kewajiban yang diatur dalam Pasal 16 UUJN tidak hanya penting untuk profesionalisme, tetapi juga memberikan perlindungan hukum yang signifikan bagi masyarakat. Pemahaman etika dan estetika yang berfokus pada nilai-nilai kejujuran, integritas, dan keadilan yang harus dipegang oleh notaris sangatlah penting. Kewajiban notaris mencakup pelayanan sesuai undang-undang, menjaga kerahasiaan informasi, pengjilidan akta, dan membuat daftar akta protes terhadap surat berharga.
Setiap kewajiban ini bertujuan untuk memastikan akta yang dibuat oleh notaris memenuhi standar hukum yang tinggi. Dari perspektif filosofis, kewajiban-kewajiban ini mencerminkan prinsip-prinsip keadilan, kejujuran, dan tanggung jawab sosial yang harus dijunjung tinggi oleh setiap notaris. Kepatuhan terhadap kewajiban notaris bukan hanya untuk profesionalisme, tetapi juga untuk memastikan kepercayaan publik terhadap dokumen-dokumen hukum yang dibuat Notaris.
Perlu pendekatan holistik yang menggabungkan analisis yuridis dan filosofis dalam menilai kepatuhan notaris terhadap kewajiban notaris. Hal ini akan memberikan landasan untuk pengembangan regulasi kenotariatan yang lebih komprehensif dan responsif terhadap perubahan sosial dan teknologi. Kepatuhan terhadap kewajiban notaris memastikan keabsahan, integritas, dan keadilan dalam pembuatan akta, sehingga memperkuat integritas sistem hukum di Indonesia.
ISTILAH COVERNOTE
Pada zaman yang serba kompleks ini, peran notaris dalam menjaga ketertiban hukum sangatlah vital. Salah satu tugas penting notaris adalah pembuatan covernote, sebuah dokumen yang memberikan keterangan mengenai proses hukum yang belum selesai. Namun, apa sebenarnya status dan karakteristik dari covernote ini? Apakah covernote memiliki kekuatan hukum seperti akta autentik? Esensi kewajiban notaris dalam pembuatan covernote dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda: yuridis dan filosofis. Melalui analisis yang mendalam, kita akan memahami lebih jauh peran dan nilai dari covernote dalam praktik kenotariatan di Indonesia.
Secara etimologis, istilah “covernote” berasal dari frasa kata “cover” yang berarti penutup dan “note” yang berarti catatan. Dalam praktik hukum kenotariatan, covernote dapat diartikan sebagai catatan penutup yang dibuat oleh notaris mengenai suatu kejadian atau tindakan hukum yang dilakukan oleh para pihak di hadapan notaris. Selain istilah “covernote,” terdapat beberapa istilah lain dalam praktik hukum kenotariatan yang memiliki arti serupa, seperti surat keterangan sementara, catatan sementara, nota informasi, laporan sementara, pernyataan sementara, keterangan notaris sementara, dan memo hukum sementara. Istilah-istilah ini merujuk pada dokumen atau catatan yang dikeluarkan oleh notaris atas permintaan pihak tertentu, seperti bank atau kreditur, untuk memberikan keterangan mengenai status penyelesaian suatu tugas atau kewenangan notaris.
Setiap dokumen tersebut memiliki tujuan untuk memberikan kepastian sementara kepada pihak yang berkepentingan mengenai status atau perkembangan suatu tindakan hukum. Meskipun bukan merupakan akta autentik, dokumen-dokumen ini berfungsi sebagai catatan penutup yang memberikan informasi sementara tentang status suatu proses hukum.
Dari perspektif yuridis, kewajiban notaris dalam pembuatan covernote memastikan bahwa informasi yang disampaikan kepada pihak yang berkepentingan adalah benar dan akurat. Hal ini mencerminkan prinsip-prinsip keadilan, kejujuran, dan tanggung jawab sosial yang harus dijunjung tinggi oleh setiap notaris dengan keluhuran harkat martabanya yang melekat pada dirinya sebagai jabatan mulia (officium nobile). Dari perspektif filosofis, kewajiban ini mencerminkan nilai-nilai integritas dan keadilan yang esensial dalam menjaga kepercayaan publik terhadap dokumen-dokumen hukum yang dibuat oleh notaris sebagai jabatan kepercayaan (officium trust).
Dengan demikian, kepatuhan terhadap Pasal 16 UUJN dalam pembuatan covernote tidak hanya penting untuk profesionalisme, tetapi juga memberikan perlindungan hukum yang signifikan bagi masyarakat. Melalui pendekatan holistik yang menggabungkan analisis yuridis dan filosofis, kita dapat memahami bagaimana kepatuhan terhadap kewajiban ini membentuk fondasi yang kokoh bagi praktik kenotariatan di Indonesia. Analisis ini juga memberikan landasan untuk pengembangan regulasi kenotariatan yang lebih komprehensif dan responsif terhadap perubahan sosial dan teknologi.
Selain istilah “covernote”, terdapat beberapa istilah lain dalam praktik hukum kenotariatan yang memiliki arti serupa, yaitu:
- Surat Keterangan Sementara (dikenal dengan istilah: Temporary Certificate), dan dapat dimaknai dengan pengertian sebagai dokumen yang dikeluarkan oleh Notaris yang memberikan keterangan sementara tentang status atau kondisi dari suatu perbuatan hukum yang belum selesai sepenuhnya. Surat ini digunakan untuk memberikan kepastian sementara kepada pihak yang berkepentingan, seperti bank atau kreditur, mengenai status penyelesaian suatu tindakan hukum.
- Catatan Sementara (dikenal dengan istilah: Temporary Note), dan dapat dimaknai dengan pengertian sebagai catatan yang dibuat oleh Notaris untuk mencatat status sementara dari suatu proses atau perbuatan hukum. Catatan ini memberikan informasi sementara kepada pihak yang berkepentingan mengenai status atau perkembangan suatu tindakan hukum yang masih dalam proses penyelesaian.
- Nota Informasi (dikenal dengan istilah: Information Note), dan dapat dimaknai dengan pengertian sebagai dokumen yang disusun oleh Notaris yang berfungsi untuk memberikan informasi terkait status atau perkembangan suatu tindakan hukum. Nota informasi ini membantu pihak yang berkepentingan untuk memahami situasi hukum sementara dari suatu peristiwa atau tindakan hukum.
- Laporan Sementara (dikenal dengan istilah: Temporary Report), dan dapat dimaknai dengan pengertian sebagai laporan yang dibuat oleh Notaris yang memberikan gambaran sementara mengenai status penyelesaian suatu tindakan atau perbuatan hukum. Laporan ini bertujuan untuk memberikan informasi sementara kepada pihak yang berkepentingan hingga tindakan hukum tersebut selesai.
- Pernyataan Sementara (dikenal dengan istilah: Temporary Statement), dan dapat dimaknai dengan pengertian sebagai dokumen yang berisi pernyataan dari Notaris mengenai status sementara suatu proses atau tindakan hukum. Pernyataan ini memberikan kepastian sementara dan membantu pihak yang berkepentingan untuk memahami situasi hukum saat ini.
- Keterangan Notaris Sementara (dikenal dengan istilah: Temporary Notary Explanation), dan dapat dimaknai dengan pengertian sebagai dokumen yang dikeluarkan oleh Notaris yang berisi keterangan sementara mengenai status suatu proses atau perbuatan hukum. Keterangan ini memberikan informasi penting kepada pihak yang berkepentingan sambil menunggu penyelesaian akhir dari tindakan hukum tersebut.
- Memo Hukum Sementara (dikenal dengan istilah: Temporary Legal Memo), dan dapat dimaknai dengan pengertian sebagai memo atau catatan yang disusun oleh Notaris yang berisi informasi hukum sementara terkait status suatu kejadian atau tindakan hukum. Memo ini memberikan penjelasan sementara yang dapat membantu pihak yang berkepentingan untuk memahami situasi hukum yang sedang berlangsung.
Secara sederhana, istilah “covernote” dan penggunaan istilah-istilah lainnya tersebut diatas merujuk kepada suatu pengertian yang menjelaskan keberadaan dokumen atau catatan yang dikeluarkan oleh Notaris atas permintaan pihak tertentu, seperti bank atau kreditur, yang tujuan penggunaannya untuk memberikan keterangan mengenai status penyelesaian suatu tugas tertentu yang dikeluarkan oleh Notaris. Meskipun bukan merupakan akta autentik, dokumen-dokumen tersebut berfungsi sebagai catatan penutup yang memberikan informasi sementara tentang status suatu proses hukum.
KARAKTERISTIK KHUSUS “COVERNOTE”
Meskipun tidak memiliki kekuatan hukum seperti akta autentik, “covernote” memberikan informasi penting kepada pihak yang berkepentingan mengenai status suatu proses hukum. Implementasi “covernote” sebagai bagian dari praktik notaris menunjukkan fleksibilitas dan adaptasi Notaris dalam memenuhi kebutuhan praktis klien, meskipun belum diatur secara eksplisit dalam UUJN. Tegasnya, dalam praktik kenotariatan penerbitan “covernote” oleh Notaris sering digunakan untuk memberikan keterangan sementara mengenai status suatu perbuatan hukum yang belum selesai.
Kewenangan Notaris untuk membuat akta autentik merupakan pengakuan resmi dari negara terhadap peran penting Notaris dalam menjamin kepastian hukum. Akta autentik memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna di pengadilan, sehingga kewenangan ini menjadi fundamental dalam mencegah sengketa hukum. Dengan mengesahkan tanda tangan dan dokumen lainnya, Notaris memperkuat kepercayaan publik terhadap keabsahan dokumen hukum, yang esensial dalam berbagai transaksi dan perjanjian. Kewenangan ini juga merefleksikan prinsip-prinsip keadilan dan keamanan hukum. Sebagai pejabat umum, Notaris memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap dokumen-dokumen hukum. Fungsi Notaris tidak hanya administratif, tetapi juga memiliki dimensi moral dan etis yang mendalam, di mana setiap tindakan Notaris harus dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan moral.
Merujuk kepada putusan PT. Tipikor Makassar No: 49/PID.SUS.TPK/2018/PT.MKS, penggunaan “covernote” diartikan sebagai surat keterangan atau catatan penutup oleh Notaris karena pekerjaan Notaris belum tuntas dalam kaitan dengan tugas dan kewenangannya. Menurut putusan ini, “covernote” adalah surat keterangan sementara dan bukan akta autentik. Pengadilan mengakui keberadaan dan penggunaan “covernote” dalam praktik kenotariatan meskipun tidak memiliki kekuatan hukum seperti akta autentik. Pengakuan ini memberikan ruang bagi Notaris untuk memberikan informasi penting dalam bentuk keterangan sementara, yang berguna dalam berbagai transaksi hukum, terutama yang melibatkan pihak ketiga seperti bank atau kreditur.
Dengan demikian, karakteristik khusus hukum dari “covernote” sebagai keterangan yang dibuat oleh Notaris atas permintaan pihak tertentu, seperti bank atau kreditur, berdasarkan data atau dokumen yang disampaikan oleh pihak tersebut. “Covernote” bukan akta autentik, melainkan catatan penutup atau keterangan dari Notaris mengenai status penyelesaian suatu tugas atau kewenangan Notaris. Adapun karakteristik khusus hukum dari “covernote” dapat dikualifikasi dengan variabel-variabel hukum sebagai berikut:
- “Covernote” dibuat oleh Notaris atas permintaan pihak tertentu, seperti bank atau kreditur, berdasarkan data atau dokumen yang disampaikan oleh pihak tersebut.
- “Covernote” bukanlah akta autentik, melainkan catatan penutup atau keterangan dari Notaris mengenai status penyelesaian suatu tugas atau kewenangan Notaris.
- “Covernote” sering digunakan untuk memberikan keterangan sementara mengenai status suatu perbuatan hukum, terutama jika proses penyelesaiannya belum tuntas.
- Meskipun tidak memiliki kekuatan hukum seperti akta autentik, “covernote” memberikan informasi penting kepada pihak yang berkepentingan mengenai status suatu proses hukum.
- Implementasi “covernote” sebagai bagian dari praktik notaris menunjukkan fleksibilitas dan adaptasi Notaris dalam memenuhi kebutuhan praktis klien, meskipun belum diatur secara eksplisit dalam UUJN.
Dengan demikian, “covernote” merupakan instrumen hukum yang memberikan informasi sementara mengenai suatu perbuatan hukum, dibuat atas permintaan pihak tertentu, dan bukan merupakan akta autentik, namun memberikan kepastian sementara kepada pihak yang berkepentingan.
COVERNOTE DALAM UUJN
Ketiadaan pengaturan “covernote” dalam Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) mengindikasikan adanya kekosongan hukum yang diisi oleh praktik dan kebiasaan di kalangan notaris. Praktik ini mencerminkan fleksibilitas dan adaptasi notaris dalam memenuhi kebutuhan praktis masyarakat dan dunia bisnis. Meski tidak diatur dalam undang-undang, “covernote” tetap diakui secara de facto sebagai bagian dari pelayanan notaris, menunjukkan bagaimana hukum dapat berkembang melalui praktik dan kebutuhan nyata di lapangan.
Perubahan UUJN melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 telah memberikan kerangka hukum yang lebih jelas dan komprehensif bagi notaris dalam menjalankan fungsinya. Kewenangan notaris tidak hanya mencakup pembuatan akta autentik, tetapi juga fungsi tambahan seperti penyuluhan hukum dan pengesahan dokumen. Paradigma baru dari UUJN-P telah meningkatkan peran notaris sebagai penjaga kepastian hukum dan konsultan hukum yang andal, memberikan manfaat praktis dalam bentuk dokumen sah yang tidak dapat disangkal keabsahannya di pengadilan, serta berkontribusi pada pendidikan hukum masyarakat yang mengurangi potensi sengketa hukum di masa depan.
Merujuk kepada putusan PT. Tipikor Makassar No: 49/PID.SUS.TPK/2018/PT.MKS, penggunaan “covernote” diartikan sebagai surat keterangan atau catatan penutup oleh notaris karena pekerjaan belum tuntas dalam kaitan dengan tugas dan kewenangannya. Menurut putusan ini, “covernote” adalah surat keterangan sementara dan bukan akta autentik. Pengadilan mengakui keberadaan dan penggunaan “covernote” dalam praktik kenotariatan meskipun tidak memiliki kekuatan hukum seperti akta autentik. Pengakuan ini memberikan ruang bagi notaris untuk memberikan informasi penting dalam bentuk keterangan sementara, yang berguna dalam berbagai transaksi hukum, terutama yang melibatkan pihak ketiga seperti bank atau kreditur.
Karakteristik khusus hukum dari “covernote” adalah sebagai berikut:
- Permintaan Pihak Tertentu, yaitu surat keterangan yang dibuat oleh notaris atas permintaan pihak tertentu, seperti bank atau kreditur, berdasarkan data atau dokumen yang disampaikan oleh pihak tersebut.
- Status Hukum, tidak termasuk dan bukanlah akta autentik, melainkan catatan penutup atau keterangan dari notaris mengenai status penyelesaian suatu tugas atau kewenangan.
- Keterangan Sementara, yaitu surat keteraarangan yang dapat digunakan untuk memberikan keterangan sementara mengenai status suatu perbuatan hukum, terutama jika proses penyelesaiannya belum tuntas.
- Informasi Penting, yaitu surat keterangan yang meskipun tidak memiliki kekuatan hukum seperti akta autentik, memberikan informasi penting kepada pihak yang berkepentingan mengenai status suatu proses hukum.
- Fleksibilitas Praktik, yaitu sebagai implementasi sebagai bagian dari praktik notaris menunjukkan fleksibilitas dan adaptasi dalam memenuhi kebutuhan praktis klien, meskipun belum diatur secara eksplisit dalam UUJN.
Dengan demikian, “covernote” merupakan instrumen hukum yang memberikan informasi sementara mengenai suatu perbuatan hukum, dibuat atas permintaan pihak tertentu, dan bukan merupakan akta autentik, namun memberikan kepastian sementara kepada pihak yang berkepentingan.
Perubahan UUJN yang memperkuat kewenangan notaris memiliki dampak signifikan terhadap peran notaris sebagai penjaga kepastian hukum dan konsultan hukum yang andal. Dengan peran yang semakin vital ini, notaris diharapkan dapat menjawab tantangan zaman dan memberikan kontribusi yang berharga bagi perkembangan sistem hukum di Indonesia. Peran notaris yang terhormat dan dipercaya diharapkan dapat menjadi kontribusi yang berharga bagi perkembangan hukum di Indonesia serta inspirasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan hukum oleh notaris.
COVERNOTE DALAM PUTUSAN NO: 49/PID.SUS.TPK/2018/PT.MKS
Covernote adalah catatan penutup yang dikeluarkan oleh notaris atas permintaan pihak tertentu, seperti bank atau kreditur, berdasarkan data atau dokumen yang disampaikan oleh pihak tersebut. Meskipun tidak memiliki kekuatan hukum seperti akta autentik, covernote berfungsi sebagai keterangan sementara mengenai status penyelesaian suatu tugas atau kewenangan notaris. Implementasi covernote dalam praktik kenotariatan menunjukkan fleksibilitas dan adaptasi notaris dalam memenuhi kebutuhan praktis klien, meskipun belum diatur secara eksplisit dalam Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN).
Putusan PT. Tipikor Makassar Nomor: 49/PID.SUS.TPK/2018/PT.MKS menegaskan bahwa covernote hanya merupakan surat keterangan sementara dan bukan akta autentik. Meskipun demikian, pengadilan mengakui keberadaan dan penggunaan covernote dalam praktik kenotariatan, meskipun tidak memiliki kekuatan hukum seperti akta autentik. Pengakuan ini memberikan ruang bagi notaris untuk memberikan informasi penting dalam bentuk keterangan sementara, yang berguna dalam berbagai transaksi hukum, terutama yang melibatkan pihak ketiga seperti bank atau kreditur. Dengan demikian, covernote tetap menjadi solusi sementara yang digunakan notaris saat pekerjaan belum sepenuhnya selesai, sehingga memperlihatkan adaptabilitas notaris dalam menghadapi situasi praktis di lapangan.
Unsur-unsur hukum dari covernote berdasarkan penjelasan dan putusan PT Tipikor Makassar No : 49/PID.SUS.TPK/2018/PT.MKS adalah sebagai berikut:
- Catatan Penutup, dan dengan maksud covernote merupakan catatan penutup dari suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak di hadapan notaris, sebagai dokumentasi akhir dari suatu transaksi atau perbuatan hukum.
- Permintaan Pihak Tertentu, dan dengan maksud covernote dibuat oleh notaris atas permintaan pihak tertentu, seperti bank atau kreditur, berdasarkan data atau dokumen yang disampaikan oleh pihak tersebut.
- Bukan Akta Autentik, dan dengan maksud covernote bukan merupakan akta autentik, sehingga tidak memiliki kekuatan hukum yang sama dengan akta autentik dan lebih bersifat sebagai keterangan atau catatan tambahan.
- Keterangan Sementara, dan dengan maksud covernote sering digunakan untuk memberikan keterangan sementara mengenai status suatu perbuatan hukum, terutama jika proses penyelesaiannya belum tuntas.
- Fleksibilitas dan Adaptasi, dan dengan maksud implementasi covernote menunjukkan fleksibilitas dan adaptasi notaris dalam memenuhi kebutuhan praktis klien, meskipun belum diatur secara eksplisit dalam UUJN.
- Surat Keterangan Sementara, dan dengan maksud putusan Pengadilan Tinggi Tipikor Makassar menyatakan bahwa covernote hanya merupakan surat keterangan sementara dan bukan akta autentik.
- Pengakuan Pengadilan, dan dengan maksud Pengadilan mengakui keberadaan dan penggunaan covernote dalam praktik kenotariatan, meskipun tidak memiliki kekuatan hukum seperti akta autentik, sebagai keterangan atau catatan penting dalam berbagai transaksi hukum.
Dalam praktik kenotariatan, covernote menjadi sebuah fenomena menarik karena tidak diatur secara eksplisit dalam UUJN, yang menunjukkan adanya kekosongan hukum yang diisi oleh praktik dan kebiasaan di kalangan notaris. Meskipun demikian, covernote tetap diakui secara de facto sebagai bagian dari pelayanan notaris, mencerminkan fleksibilitas dan adaptasi notaris dalam memenuhi kebutuhan praktis masyarakat dan dunia bisnis. Hal ini menegaskan bagaimana hukum dapat berkembang melalui praktik dan kebutuhan nyata di lapangan, menciptakan apa yang disebut sebagai Living Law atau hukum yang hidup dalam praktik.
Perubahan UUJN melalui UU Nomor 2 Tahun 2014 memberikan kerangka hukum yang lebih jelas dan komprehensif bagi notaris. Dengan memperluas kewenangan mereka tidak hanya dalam pembuatan akta autentik, tetapi juga dalam fungsi tambahan seperti penyuluhan hukum dan pengesahan dokumen, notaris memainkan peran yang lebih besar sebagai penjaga kepastian hukum dan konsultan hukum yang andal. Implementasi kewenangan ini memberikan manfaat praktis dalam bentuk dokumen sah yang tidak dapat disangkal keabsahannya di pengadilan, serta berkontribusi pada pendidikan hukum masyarakat, sehingga mengurangi potensi sengketa hukum di masa depan.
Kesimpulannya, perubahan UUJN telah mengubah lanskap hukum bagi notaris, memberikan mereka peran yang lebih besar dalam memberikan pelayanan hukum yang berkualitas dan memberikan perlindungan hukum yang kuat bagi masyarakat. Hal ini menandai langkah maju dalam memperkuat sistem hukum di Indonesia, memberikan keyakinan dan kepastian bagi para pihak yang terlibat dalam transaksi hukum.
“COVER NOTE” DALAM PRAKTIK PERBANKAN
Unsur-unsur hukum “cover note” dalam praktik perbankan merupakan elemen-elemen yang mendasari keabsahan dan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang terlibat. Pemahaman mendalam tentang unsur-unsur ini sangat penting untuk mengoptimalkan fungsi sistem hukum terkait. Dalam praktik perbankan, “cover note” adalah dokumen yang menyertai transaksi atau perjanjian, memberikan ringkasan atau penjelasan singkat mengenai isi dan tujuan transaksi tersebut. Berikut adalah unsur-unsur hukum yang terkait dengan “cover note” dalam praktik perbankan:
- Keabsahan Dokumen, dan dengan maksud “Cover note” harus memenuhi persyaratan keabsahan dokumen hukum, memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang terlibat dalam transaksi atau perjanjian.
- Bagian dari Kontrak, dan dengan maksud “Cover note” dapat dianggap sebagai bagian dari kontrak atau perjanjian antara pihak-pihak yang terlibat, oleh karena itu harus memenuhi syarat-syarat kontrak yang sah.
- Perlindungan Konsumen, dan dengan maksud isi dari “cover note” harus memberikan perlindungan kepada konsumen atau pihak yang kurang berpengalaman dalam transaksi perbankan, dengan menyediakan informasi yang jelas dan mudah dipahami.
- Kepentingan Publik, dan dengan maksud “Cover note” harus memperhatikan kepentingan publik, terutama dalam hal transparansi dan kewajaran dalam transaksi perbankan.
- Kepatuhan terhadap Undang-undang, dan dengan maksud “Cover note” harus sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku dalam konteks transaksi atau perjanjian yang dilakukan.
- Ketentuan Kontrak, dan dengan maksud “Cover note” harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam kontrak atau perjanjian yang bersangkutan.
- Perlindungan Hukum, dan dengan maksud “Cover note” harus memberikan perlindungan hukum bagi para pihak yang terlibat dalam transaksi atau perjanjian, dengan memberikan informasi yang akurat dan jelas.
Selain itu, unsur-unsur hukum dalam “cover note” juga meliputi:
- Ringkasan Transaksi atau Perjanjian, dan dengan maksud “Cover note” memberikan ringkasan tentang transaksi atau perjanjian, termasuk tujuan transaksi dan kondisi-kondisi utama yang terkait.
- Penjelasan Singkat, dan dengan maksud dokumen ini memberikan penjelasan singkat tentang isi dan tujuan transaksi atau perjanjian, membantu para pihak untuk memahami secara cepat dan jelas.
- Fungsi Surat Pengantar, dan dengan maksud dalam konteks pengajuan kredit, “cover note” berfungsi sebagai surat pengantar yang menyertai dokumen-dokumen kredit, memberikan informasi tambahan kepada pihak yang memerlukan.
- Akurasi dan Kewajaran, dan dengan maksud Isi dari “cover note” haruslah akurat dan wajar, memberikan gambaran yang benar tentang transaksi atau perjanjian yang terjadi.
- Kepatuhan Kebijakan Perbankan, dan dengan maksud dokumen ini juga harus sesuai dengan kebijakan dan praktik perbankan yang berlaku di bank yang bersangkutan.
- Transparansi Informasi, dan dengan maksud penting bagi “cover note” untuk memberikan informasi yang transparan dan jelas kepada semua pihak yang terlibat dalam transaksi atau perjanjian.
Dengan memperhatikan unsur-unsur hukum ini, “cover note” dalam praktik perbankan dapat dianggap sah dan memberikan kepastian hukum yang diperlukan. Pemahaman tentang unsur-unsur hukum ini penting untuk mengembangkan sistem hukum yang efektif dan berfungsi dengan baik dalam konteks “cover note” di praktik perbankan. Penggunaan “cover note” yang tepat memastikan adanya pemahaman yang jelas dan lengkap dari semua pihak yang terlibat, sehingga mendukung transparansi dan akurasi dalam praktik perbankan.
COVER NOTE MENURUT PARA AHLI HUKUM ATAU DOKTRIN
Unsur-unsur cover note membentuk kerangka praktis dan konseptual dalam praktik kenotariatan, mencerminkan kebutuhan dan tuntutan berbagai pihak yang terlibat dalam suatu perbuatan hukum. Dalam praktik kenotariatan, cover note menjadi elemen kunci yang membentuk kerangka tersebut. Menurut para ahli hukum atau doktrin, cover note memiliki beberapa unsur penting, yaitu:
- Sebagai catatan akhir dari suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh para pihak di hadapan notaris.
- Memberikan informasi sementara mengenai status suatu perbuatan hukum, terutama jika proses penyelesaiannya belum tuntas.
- Dibuat oleh notaris atas permintaan pihak tertentu, seperti bank atau kreditur, berdasarkan data atau dokumen yang disampaikan oleh pihak tersebut.
- Tidak memiliki kekuatan hukum seperti akta autentik, melainkan catatan penutup atau keterangan dari notaris mengenai status penyelesaian suatu tugas atau kewenangan notaris.
- Menunjukkan fleksibilitas dan adaptasi notaris dalam memenuhi kebutuhan praktis klien, meskipun belum diatur secara eksplisit dalam UUJN.
- Dapat diartikan sebagai surat keterangan atau catatan penutup oleh notaris karena pekerjaan notaris belum tuntas dalam kaitan dengan tugas dan kewenangannya.
- Meskipun tidak memiliki kekuatan hukum seperti akta autentik, pengadilan mengakui keberadaan dan penggunaan cover note dalam praktik kenotariatan.
- Memberikan informasi penting kepada pihak yang berkepentingan mengenai status suatu proses hukum, terutama yang melibatkan pihak ketiga seperti bank atau kreditur.
- Digunakan sebagai solusi sementara saat pekerjaan notaris belum sepenuhnya selesai.
Dalam konteks umum, unsur-unsur hukum mencakup konsep-konsep seperti subjek hukum, obyek hukum, peristiwa hukum, norma hukum, dan sanksi hukum. Unsur-unsur hukum bervariasi sesuai dengan konteks dan bidang hukum yang dibahas, yang meliputi:
- Merupakan aturan atau peraturan yang ditetapkan oleh otoritas yang berwenang dan berlaku untuk mengatur perilaku manusia dalam masyarakat.
- Prinsip bahwa hukum harus adil dan setiap individu harus diperlakukan dengan sama di mata hukum.
- Hukum harus jelas, dapat dipahami, dan dapat diprediksi, sehingga individu dapat mengatur perilaku mereka sesuai dengan hukum yang berlaku.
- Hukum seharusnya menghasilkan hasil yang bermanfaat bagi masyarakat secara keseluruhan dan mendorong kesejahteraan bersama.
- Terdapat lembaga atau badan yang memiliki kewenangan untuk membuat, menginterpretasi, dan menegakkan hukum.
- Ada konsekuensi atau hukuman yang diterapkan jika seseorang melanggar hukum, yang bertujuan untuk mendorong kepatuhan terhadap hukum.
- Masyarakat harus memiliki pemahaman yang memadai tentang hukum dan proses hukum agar dapat berpartisipasi secara efektif dalam sistem hukum.
- Hukum harus melindungi hak-hak asasi manusia dan memberikan perlindungan terhadap penyalahgunaan kekuasaan.
- Hukum juga mencakup prosedur yang harus diikuti dalam penegakan hukum, seperti proses pengadilan yang adil dan proses hukum lainnya.
Dengan memahami unsur-unsur ini, penggunaan cover note dalam praktik kenotariatan dan unsur-unsur hukum secara umum dapat mendukung pengembangan sistem hukum yang efektif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
IMPLIKASI HUKUM COVERNOTE DALAM PRAKTEK
Kewajiban notaris dalam pembuatan Covernote merupakan aspek penting dalam praktik kenotariatan di Indonesia. Covernote adalah dokumen yang memberikan keterangan mengenai proses hukum yang belum selesai, namun tidak memiliki kekuatan hukum seperti akta autentik. Penelitian ini mengulas secara mendalam status dan karakteristik Covernote dari sudut pandang yuridis dan filosofis, serta implikasinya dalam praktik kenotariatan di Indonesia.
Kewenangan Notaris Berdasarkan UUJN
Perubahan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) melalui UU Nomor 2 Tahun 2014 membawa pembaruan signifikan dalam kewenangan Notaris, dan terutama dampak implikasinya terhadap kepastian hukum di Indonesia. Ketentuan norma Pasal 15 UUJN-P dan Pasal 1 angka 1 UUJN telah memperkuat dasar kewenangan dengan menegaskan peran sentral Notaris dalam menciptakan akta autentik yang memiliki kekuatan hukum penuh, memberikan perlindungan hukum, dan memfasilitasi berbagai transaksi hukum dan administratif.
Covernote dalam Praktek Kenotariatan
Meskipun tidak diatur secara eksplisit dalam UUJN, pembuatan Covernote telah menjadi bagian dari Living Law atau hukum yang hidup dalam praktek kenotariatan di Indonesia. Covernote hanya merupakan surat keterangan sementara dan bukan akta autentik, sebagaimana ditegaskan dalam Putusan Pengadilan Tinggi Tipikor Makassar Nomor 49/PID.SUS.TPK/2018/PT.MKS. Praktik ini menunjukkan fleksibilitas dan adaptasi Notaris dalam memenuhi kebutuhan praktis masyarakat dan dunia bisnis.
Implikasi Hukum
Implementasi kewenangan Notaris dan penggunaan Covernote dalam meningkatkan kepastian hukum dan mencegah sengketa. Implementasi kewenangan ini memperluas fungsi Notaris sebagai penjaga keamanan hukum dan konsultan hukum yang andal. Perubahan UUJN melalui UU Nomor 2 Tahun 2014 telah memberikan kerangka hukum yang lebih jelas dan komprehensif bagi Notaris dalam menjalankan fungsinya. Kewenangan yang diperluas ini memungkinkan Notaris untuk memainkan peran yang lebih besar dalam pelayanan hukum, memastikan keaslian dan keabsahan dokumen, serta memberikan edukasi hukum kepada masyarakat. Selain itu, penggunaan Covernote sebagai bagian dari Living Law dalam praktek kenotariatan menunjukkan fleksibilitas dan adaptasi Notaris dalam memenuhi kebutuhan praktis masyarakat dan dunia bisnis. Paradigma baru dari UUJN telah menegaskan betapa pentingnya peran Notaris dalam menjaga kepastian hukum dan mencegah sengketa, serta menunjukkan bahwa hukum dapat berkembang melalui praktik dan kebutuhan nyata di lapangan.
“COVERNOTE” DAN “SURAT KETERANGAN”
Tidak terdapat perbedaan signifikan istilah “Covernote” dan “Surat Keterangan” digunakan untuk dokumen yang memiliki fungsi serupa, yaitu memberikan penjelasan atau keterangan penutup dari suatu tindakan hukum. Perbedaan utama antara kedua istilah ini terletak pada bahasa yang digunakan: “Covernote” menggunakan bahasa Inggris, sementara “Surat Keterangan” menggunakan bahasa Indonesia. Meskipun demikian, dalam praktik hukum kenotariatan, istilah “covernote” sering digunakan untuk memberikan keterangan sementara mengenai status suatu perbuatan hukum yang belum selesai, dan penggunaan istilah “Covernote” dan “Surat Keterangan” mempunyai substansi makna dan fungsi yang tetap sama.
Selanjutnya dapat dijelaskan, eksistensi dan realitas dari “Covernote” dan “Surat Keterangan” dalam praktik kenotariatan menunjukkan keduanya memiliki fungsi yang sama dalam memberikan penjelasan atau catatan akhir dari tindakan hukum yang dilakukan di hadapan notaris. Meskipun menggunakan istilah yang berbeda, keduanya memiliki peran penting dalam memberikan kepastian hukum. Selain itu, cara memperoleh pengetahuan tentang “Covernote” dan “Surat Keterangan” terkait dengan preferensi bahasa yang digunakan, tanpa mempengaruhi fungsi atau kekuatan hukum dari dokumen tersebut. Penggunaan istilah yang berbeda hanya terkait dengan preferensi bahasa, dan bukan substansi dokumen. Dengan demikian, nilai-nilai keadilan, kejujuran, dan tanggung jawab sosial tetap dijunjung tinggi dalam penggunaan kedua istilah tersebut. Meskipun menggunakan istilah yang berbeda, “Covernote” dan “Surat Keterangan” memiliki nilai yang sama dalam memberikan penjelasan atau keterangan penutup dari suatu tindakan hukum.
Dari perspektif yuridis, tidak ada ketentuan hukum khusus yang membedakan antara “Covernote” dan “Surat Keterangan”. Perbedaan ini menunjukkan fleksibilitas dalam terminologi yang digunakan oleh notaris, namun tetap menjaga esensi dan tujuan dari dokumen yang dikeluarkan. Terminologi dalam praktik kenotariatan dapat bersifat fleksibel tanpa mengorbankan kejelasan atau kepastian hukum. “Covernote” dan “Surat Keterangan” dapat digunakan secara interchangeably tergantung pada preferensi bahasa, dan kedua dokumen ini memiliki fungsi dan nilai yang sama dalam praktik kenotariatan, menunjukkan fleksibilitas dalam penggunaan terminologi oleh notaris. Perbedaan dalam bahasa tidak mempengaruhi substansi atau kekuatan hukum dari kedua dokumen tersebut, dan terminologi dalam praktik kenotariatan dapat bersifat fleksibel tanpa mengorbankan kejelasan atau kepastian hukum. Dengan demikian, pemahaman tentang perbedaan antara “Covernote” dan “Surat Keterangan” membantu dalam menjaga kejelasan dan kepastian hukum dalam praktik kenotariatan di Indonesia, serta menunjukkan fleksibilitas yang diperlukan dalam terminologi hukum untuk memenuhi kebutuhan praktis masyarakat.
FORMAT DAN LEGALITAS COVERNOTE
Covernote adalah dokumen yang dikeluarkan oleh notaris sebagai keterangan penutup dari suatu tindakan hukum yang dilakukan di hadapan notaris. Meskipun berperan penting dalam praktik kenotariatan, covernote tidak memiliki dasar hukum khusus yang mengatur format atau legalitasnya. Praktik Living Law menunjukkan bahwa meskipun tidak ada format baku yang diatur oleh undang-undang, covernote biasanya mengandung aspek formal, material, dan lahiriah. Analisis ini bertujuan menggali makna format dan legalitas covernote, memberikan pemahaman baru tentang praktik notaris dalam pembuatan dokumen hukum.
Secara yuridis, ketiadaan dasar hukum khusus untuk covernote menunjukkan fleksibilitas dalam praktik notaris. Undang-undang Jabatan Notaris (UUJN) tidak mengatur secara eksplisit mengenai covernote, sehingga praktiknya lebih banyak bergantung pada kebiasaan dan konvensi yang berlaku di kalangan notaris. Pasal 15 ayat (1) UUJN memberikan kewenangan umum kepada notaris untuk membuat akta otentik dan dokumen lain, yang secara implisit mencakup pembuatan covernote. Ketiadaan peraturan yang mengatur format dan legalitas covernote memberikan ruang bagi notaris untuk mengadaptasi dokumen ini sesuai kebutuhan dalam praktik, meskipun hal ini dapat menimbulkan tantangan terkait validitas dan kejelasan informasi yang diberikan dalam covernote.
Dari perspektif yuridis, penting bagi notaris untuk memastikan bahwa covernote yang mereka buat tetap memenuhi standar tertentu yang diakui dalam praktik notaris, termasuk kejelasan informasi, keakuratan data, dan pemenuhan persyaratan formalitas hukum. Meskipun tidak diatur secara khusus oleh undang-undang, covernote memiliki keberadaan yang diakui dalam praktik Living Law. Aspek formal mencakup format penulisan dan penandatanganan dokumen, aspek material mencakup isi dan substansi dari covernote, dan aspek lahiriah mencakup bentuk fisik atau digital dari dokumen tersebut.
Pengetahuan tentang covernote diperoleh melalui pengalaman praktik, studi kasus, dan bimbingan dari senior dalam profesi kenotariatan. Dengan demikian, format dan legalitas covernote melibatkan nilai-nilai keadilan, kejujuran, dan tanggung jawab sosial dalam penggunaan dokumen ini. Meskipun tidak ada peraturan baku, mengikuti standar yang diakui dalam praktik notaris membantu menjaga integritas dokumen hukum yang dibuat. Nilai-nilai ini penting untuk memastikan bahwa covernote memberikan informasi yang benar, akurat, dan dapat diandalkan, sehingga para pihak yang terlibat dapat memahami dan mengandalkan dokumen tersebut dalam proses hukum.
Meskipun tidak ada peraturan baku yang mengatur format dan legalitas covernote, praktik Living Law menunjukkan adanya standar tertentu yang harus diikuti untuk menjaga validitas dan kejelasan informasi. Fleksibilitas dalam praktik kenotariatan ini memungkinkan notaris untuk menyesuaikan covernote sesuai kebutuhan spesifik dari setiap kasus, tanpa mengorbankan kejelasan atau kepastian hukum. Dengan demikian, covernote tetap menjadi dokumen penting dalam praktik kenotariatan yang memerlukan perhatian khusus dari notaris untuk memastikan pemenuhan standar yang diakui dalam praktik.
PERSYARATAN MEMBUAT COVERNOTE
Covernote adalah dokumen yang dibuat oleh notaris untuk memberikan penjelasan atau keterangan penutup dari suatu tindakan hukum yang dilakukan di hadapan notaris. Meskipun penting dalam praktik kenotariatan, tidak ada ketentuan hukum khusus yang mengatur persyaratan pembuatan covernote. Namun, praktik notaris menunjukkan bahwa terdapat dua persyaratan utama yang harus dipenuhi: permintaan dari para penghadap dan kelengkapan bahan data, dokumen, surat, atau bukti.
Secara yuridis, ketiadaan ketentuan hukum khusus untuk persyaratan pembuatan covernote menunjukkan fleksibilitas dalam praktik notaris. Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) memberikan kewenangan umum kepada notaris untuk membuat akta otentik dan dokumen lain, yang secara implisit mencakup pembuatan covernote. Fleksibilitas ini memungkinkan notaris untuk menyesuaikan praktik pembuatan covernote sesuai dengan kebutuhan spesifik dari setiap kasus, tanpa mengorbankan kejelasan atau kepastian hukum.
Dari perspektif filosofis, fleksibilitas ini mencerminkan nilai-nilai keadilan, kejujuran, dan tanggung jawab sosial dalam penggunaan persyaratan pembuatan covernote. Meskipun tidak ada peraturan baku, mengikuti standar praktik notaris yang mengakui dua persyaratan utama tersebut membantu menjaga integritas dokumen hukum yang dibuat oleh notaris. Pengetahuan tentang pembuatan covernote diperoleh melalui pengalaman praktik, studi kasus, dan bimbingan dari senior dalam profesi kenotariatan.
Kesimpulannya, persyaratan agar notaris dapat membuat covernote tidak diatur secara eksplisit oleh undang-undang. Namun, dalam praktik notaris, terdapat dua persyaratan utama yang harus dipenuhi untuk menjaga validitas dan kejelasan informasi yang diberikan: permintaan dari para penghadap dan kelengkapan bahan data, dokumen, surat, atau bukti. Meskipun tidak ada aturan hukum yang baku, praktik terbaik mengharuskan notaris mengikuti standar tertentu untuk memastikan bahwa covernote yang dibuat dapat diandalkan dan memberikan informasi yang akurat.
ANALISA PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG RI NO: 5710 K/PID-SUS/2023
Fakta-fakta dan bukti hukum sebagai novum
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 5710 K/Pid-Sus/2023 tanggal 23 November 2023 menjatuhkan hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp400.000.000,00 kepada terdakwa Elviera atas tuduhan korupsi secara bersama-sama. Beberapa fakta dan bukti hukum sebagai novum penting perlu dipertimbangkan dalam proses hukum yang menunjukkan adanya ketidakadilan, yaitu:
- Ultra Petita: Putusan Mahkamah Agung melebihi tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), menimbulkan ketidakadilan bagi terdakwa.
- Peran Terdakwa: Elviera, sebagai notaris, hanya menjalankan tugasnya tanpa menerima keuntungan dari tindakan korupsi yang dituduhkan.
- Status Tersangka Lain: Empat tersangka utama dari pihak PT. BTN tidak diproses hukum dan penyidikannya malah dihentikan, menunjukkan adanya diskriminasi dalam pemidanaan.
- Bukti Hukum sebagai Novum: Putusan Perdata Register Nomor 145/Pdt.G/2021/PN Lbp jo Putusan PT Nomor 519/Pdt./2022/PT MDN menyatakan bahwa masalah tersebut telah diselesaikan secara perdata, sehingga tidak ada lagi kerugian negara. Tidak ada bukti bahwa Elviera menerima hasil dari tindakan korupsi yang dituduhkan kepadanya. Putusan perdata menunjukkan wanprestasi Tergugat I dalam kontrak perjanjian kredit yang dibuat di hadapan Notaris/PPAT Elviera S.H., M.Kn.
Fakta-fakta dan bukti hukum sebagai novum di atas mendukung bahwa dasar pemidanaan bagi terdakwa telah mencederai rasa keadilan dan melanggar beberapa prinsip hukum:
- Pasal 67 Butir b UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung: Mengatur syarat-syarat permohonan peninjauan kembali, salah satunya adalah adanya bukti baru (novum) yang dapat mengubah putusan.
- Pasal 69 UU No. 14 Tahun 1985 yang telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2004: Menyatakan bahwa bukti baru dapat diajukan dalam permohonan peninjauan kembali jika bukti tersebut diperoleh setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap dan dapat mengubah putusan.
- Ultimum Remedium: Prinsip ultimum remedium diterapkan mengingat sudah adanya penyelesaian perdata dan tidak adanya kerugian negara yang merugikan kepentingan umum.
- Equality Before the Law: Ketidakadilan terlihat jelas karena keempat tersangka utama dari PT. BTN tidak diproses hukum, sedangkan terdakwa dihukum berat.
- Ultra Petita: Putusan yang dijatuhkan oleh Mahkamah Agung melebihi tuntutan JPU, menunjukkan ketidakadilan dan pelanggaran hukum.
- Kondisi Keluarga dan Kesehatan Terdakwa: Elviera adalah seorang ibu dengan beberapa anak yang masih bersekolah dan memiliki riwayat penyakit yang membutuhkan perawatan rutin.
Kesimpulannya, persyaratan agar notaris dapat membuat covernote tidak diatur secara eksplisit oleh undang-undang. Namun, dalam praktik notaris, terdapat dua persyaratan utama yang harus dipenuhi untuk menjaga validitas dan kejelasan informasi yang diberikan: permintaan dari para penghadap dan kelengkapan bahan data, dokumen, surat, atau bukti. Meskipun tidak ada aturan hukum yang baku, praktik terbaik mengharuskan notaris mengikuti standar tertentu untuk memastikan bahwa covernote yang dibuat dapat diandalkan dan memberikan informasi yang akurat.
Peran notaris dalam penerbitan covernote
Dalam praktik hukum perbankan dan kenotariatan di Indonesia, peran notaris dalam penerbitan covernote menjadi perdebatan yang seringkali mengundang perhatian. Kasus antara Bank BTN Cabang Medan dan PT. KAYA menyoroti pentingnya memahami peran notaris secara jelas dalam penerbitan covernote, khususnya terkait penggunaannya sebagai dasar pencairan dana kredit. Sebuah permohonan Peninjauan Kembali (PK) diajukan oleh seorang notaris terkait putusan yang menyalahkan notaris atas dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus ini dengan analisis hukum yang mendalam dari perspektif yuridis diperlukan untuk mencapai keadilan yang sesuai dengan hukum yang berlaku.
Peran notaris dalam penerbitan covernote adalah sebagai pihak netral yang membuat akta autentik, termasuk covernote yang diminta oleh bank atau kreditur. Namun, berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN), covernote bukan merupakan akta autentik, melainkan hanya catatan penutup dari suatu perbuatan hukum. Notaris tidak memiliki kewenangan atau mempengaruhi dalam menentukan pencairan dana kredit, yang sepenuhnya merupakan kewenangan bank. Dalam konteks ini, beberapa fakta hukum dan bukti hukum perlu dipertimbangkan.
Pertama, covernote dibuat atas permintaan bank atau kreditur, dan pencairan dana kredit sepenuhnya menjadi tanggung jawab dan kewenangan bank sendiri. Kewenangan bank dalam proses pencairan dana kredit harus melalui proses evaluasi dan penilaian risiko yang dilakukan oleh pihak bank sendiri. Bank memiliki kewenangan penuh untuk menyetujui atau menolak permohonan pencairan kredit tanpa harus melihat covernote. Dengan demikian, pencairan dana kredit tidak dapat bergantung pada covernote yang diterbitkan oleh notaris.
Kedua, proses balik nama dan pembebanan Hak Tanggungan sebagai bagian dari prosedur hukum yang harus dilakukan oleh debitur, bukan notaris. Kewajiban membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan Pajak Penghasilan (PPH) merupakan tanggung jawab debitur, dan tanpa pembayaran ini, notaris tidak dapat melanjutkan proses tersebut.
Ketiga, tidak terdapat bukti yang menunjukkan bahwa covernote yang dibuat oleh notaris berkontribusi pada terjadinya tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, putusan yang menyalahkan notaris atas dugaan tindak pidana korupsi karena penerbitan covernote tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Tanggung jawab hukum atas kredit macet sepenuhnya sebagai tanggung jawab kreditur/bank dan debitur, bukan notaris.
Keempat, proses pencairan kredit sepenuhnya merupakan kewenangan bank, dan notaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana atas penerbitan covernote tersebut. Oleh karena itu, putusan yang menyalahkan notaris atas dugaan tindak pidana korupsi seharusnya dibatalkan karena tidak didukung oleh fakta hukum yang ada. Dengan demikian, notaris tidak dapat dikualifikasi sebagai turut serta atau membantu tindak pidana korupsi dalam kasus ini. Analisis hukum ini memberikan gambaran yang jelas mengenai argumen hukum terkait dengan peran notaris dalam penerbitan covernote, serta membantu dalam memahami peran dan tanggung jawab notaris dalam proses pencairan dana kredit di Indonesia. Selain itu, covernote yang diterbitkan oleh notaris tidak memiliki kekuatan hukum untuk menjadi dasar pencairan dana kredit.
Kekhilafan dan kekeliruan hakim
Pertanyaan mendasar tentang bagaimana prinsip-prinsip hukum diterapkan dan bagaimana keadilan ditegakkan dalam proses peradilan. Dalam sistem peradilan, pentingnya menjaga keadilan dan konsistensi dalam penerapan hukum tidak bisa dipandang sebelah mata, dan prinsip-prinsip dasar hukum harus dipertahankan untuk memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil oleh pengadilan mencerminkan rasa keadilan yang hakiki dan tidak merugikan pihak manapun. Kekhilafan dan kekeliruan yang dilakukan oleh Judex Juris dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, yang sebenarnya bukan merupakan objek kasasi sebagaimana yang diatur dalam Pasal 253 KUHAP.
Alasan Hukum Pertama, Kekhilafan dalam Penjatuhan Berat Ringannya Pidana
Judex Juris telah khilaf dan keliru dalam mempertimbangkan penjatuhan berat ringannya pidana, yang seharusnya bukan merupakan alasan dan objek kasasi. Menurut Pasal 253 KUHAP, pemeriksaan kasasi hanya berkenaan dengan penerapan peraturan hukum, bukan pada aspek berat ringannya pidana. Yurisprudensi yang mendukung hal ini adalah Putusan Mahkamah Agung No. 682 K/Pid/2012 dan No. 1809 K/Pid.Sus/2014, yang secara tegas menyatakan bahwa penjatuhan berat ringannya pidana bukan merupakan objek kasasi dan merupakan wewenang Judex Facti. Dengan demikian, keputusan Judex Juris dalam kasus ini telah melampaui batas wewenangnya dan tidak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
Alasan Hukum Kedua, Ketidakadilan dalam Pemidanaan
Ketidakadilan yang dirasakan oleh Terpidana muncul dari perbedaan hukuman yang mencolok antara dirinya dan pelaku utama dalam kasus dugaan korupsi Perjanjian Kredit senilai Rp. 39.500.000.000,-. Terpidana dijatuhi hukuman penjara selama 8 tahun, sementara pelaku utama, Canakya Suman, hanya dihukum 6 tahun penjara. Selain itu, pihak Bank BTN Cabang Medan yang berperan dalam proses pencairan dana tidak disidangkan sama sekali. Peran Notaris sebagai pejabat yang melaksanakan tugas berdasarkan perintah jabatan seharusnya tidak dianggap sebagai penentu utama dalam tindak pidana korupsi yang didakwakan. Inkonsistensi penjatuhan hukuman ini telah menunjukkan adanya diskriminasi dalam pemidanaan yang jelas-jelas mencederai rasa keadilan.
Peninjauan kembali (PK) merupakan mekanisme penting dalam sistem peradilan untuk memastikan bahwa keadilan ditegakkan dengan benar dan sesuai dengan ketentuan hukum, dan kekhilafan hakim yang terjadi perlu untuk diperbaiki kesalahan tersebut dan memastikan keadilan ditegakkan. Proses ini menegaskan pentingnya kejelasan dan kehati-hatian dalam mempertimbangkan semua faktor relevan dalam suatu perkara, sehingga putusan yang diambil tidak cacat dan sesuai dengan asas-asas hukum yang berlaku.
Penegakan hukum yang baik dan adil, serta mencerminkan keadilan yang hakiki sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, dan kasus ini menjadi contoh penting tentang bagaimana inketidakkonsi dan diskriminasi dalam pemidanaan dapat mencederai prinsip keadilan. Terpidana telah menjalankan tugas sebagai Notaris sesuai dengan perintah jabatan, dijatuhi hukuman yang lebih berat dibandingkan dengan pelaku utama yang menikmati hasil tindak pidana. Ketidakadilan ini diperparah dengan tidak disidangkannya pihak Bank BTN Cabang Medan yang berperan dalam proses pencairan kredit.
Alasan hukum ketiga, Putusan Judex Juris yang Dinilai Tidak Adil
Putusan kasasi terhadap seorang Notaris yang terkait dengan pembuatan Surat Keterangan (Covernote) dan Perjanjian Kredit dinilai tidak adil karena hanya mempertimbangkan tuntutan Jaksa Penuntut Umum tanpa menilai secara menyeluruh peran dan tanggung jawab bank dalam proses pencairan Kredit Modal Kerja. Terdakwa Notaris hanya menjalankan tugasnya sesuai dengan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) dan tidak memperoleh keuntungan dari transaksi tersebut. Fakta persidangan menunjukkan bahwa pejabat bank yang seharusnya bertanggung jawab tidak disidangkan, menimbulkan kejanggalan dan ketidakadilan.
Alasan hukum keempat, Kekhilafan dalam Penjatuhan Pidana dan Ketidakadilan dalam Pemidanaan
Dasar Hukum dan Analisis Yuridis
- Kekhilafan dalam Penjatuhan Pidana: Judex Juris keliru dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, yang seharusnya bukan objek kasasi menurut Pasal 253 KUHAP. Yurisprudensi yang mendukung adalah Putusan Mahkamah Agung No. 682 K/Pid/2012 dan No. 1809 K/Pid.Sus/2014, yang menyatakan bahwa penjatuhan pidana adalah wewenang Judex Facti.
- Ketidakadilan dalam Pemidanaan: Terdakwa dihukum 8 tahun penjara dalam kasus korupsi senilai Rp. 39.500.000.000,-, sedangkan pelaku utama hanya 6 tahun. Pihak Bank BTN Cabang Medan yang terlibat tidak disidangkan. Peran Notaris sebagai pejabat yang melaksanakan tugas berdasarkan perintah jabatan seharusnya tidak dianggap sebagai penentu utama dalam tindak pidana korupsi yang didakwakan. Inkonsistensi pemidanaan ini menunjukkan adanya diskriminasi dalam pemidanaan.
Analisis Yuridis dan Filosofis
- Unsur “Setiap Orang”: Pemohon PK berpendapat bahwa ia tidak dapat dianggap sebagai subjek tindak pidana korupsi karena tidak ada bukti keterlibatannya dalam perbuatan melawan hukum dalam Perjanjian Kredit, dan sebagai notaris hanya bertindak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
- Unsur “Secara Melawan Hukum”: Tindakan notaris dilindungi oleh UUJN, dan tidak ada bukti dana mengalir kepadanya, dan fakta persidangan menunjukkan tidak ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Notaris.
- Unsur “Dengan Tujuan Menguntungkan Diri Sendiri atau Orang Lain”: Tidak ada bukti yang menunjukkan Notaris memiliki tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dan putusan Mahkamah Agung juga menyatakan unsur ini tidak terbukti.
- Unsur “Kerugian Negara”: Kerugian negara tidak terbukti karena tidak ada hasil audit khusus dari BPK yang menunjukkan kerugian negara. SEMA Nomor 4 Tahun 2016 menyatakan hanya BPK yang memiliki wewenang konstitusional untuk menentukan adanya kerugian keuangan negara.
Perspektif Yuridis, Filosofis, dan Sosiologis
- Yuridis: Setiap unsur tindak pidana korupsi harus dibuktikan dengan jelas dan meyakinkan, khususnya unsur kerugian negara yang memerlukan audit sah dari BPK.
- Filosofis: Perlindungan jabatab notaris harus dijamin untuk menjaga integritas dan kepercayaan masyarakat terhadap jabatan notaris dengan keluhuran harkat martabat yang mulia (officium nobile) dan sekaligus jabatan kepercayaan (officium trust).
- Sosiologis: Penggunaan audit dari lembaga yang tidak berwenang merusak kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan proses peradilan.
Berdasarkan analisis hukum yang telah diuraikan diatas, putusan Judex Juris seharusnya dibatalkan untuk memastikan penegakan hukum yang adil dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Fakta-fakta dan bukti hukum sebagai novum di atas mendukung bahwa dasar pemidanaan bagi terdakwa telah mencederai rasa keadilan dan melanggar beberapa prinsip hukum. Dalam hal ini, persyaratan agar notaris dapat membuat covernote tidak diatur secara eksplisit oleh undang-undang. Namun, dalam praktik notaris, terdapat dua persyaratan utama yang harus dipenuhi untuk menjaga validitas dan kejelasan informasi yang diberikan: permintaan dari para penghadap dan kelengkapan bahan data, dokumen, surat, atau bukti. Meskipun tidak ada aturan hukum yang baku, praktik terbaik mengharuskan notaris mengikuti standar tertentu untuk memastikan bahwa covernote yang dibuat dapat diandalkan dan memberikan informasi yang akurat.
Peran notaris dalam penerbitan covernote adalah sebagai pihak netral yang membuat akta autentik, termasuk covernote yang diminta oleh bank atau kreditur. Namun, berdasarkan Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN), covernote bukan merupakan akta autentik, melainkan hanya catatan penutup dari suatu perbuatan hukum. Notaris tidak memiliki kewenangan atau mempengaruhi dalam menentukan pencairan dana kredit, yang sepenuhnya merupakan kewenangan bank. Dalam konteks ini, beberapa fakta hukum dan bukti hukum perlu dipertimbangkan:
Prinsip-prinsip hukum yang diterapkan dan keadilan dalam proses peradilan perlu dijaga. Kekhilafan dan kekeliruan yang dilakukan oleh Judex Juris dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, yang sebenarnya bukan merupakan objek kasasi sebagaimana diatur dalam Pasal 253 KUHAP, menunjukkan ketidakadilan yang harus diperbaiki. Proses ini menegaskan pentingnya kejelasan dan kehati-hatian dalam mempertimbangkan semua faktor relevan dalam suatu perkara, sehingga putusan yang diambil tidak cacat dan sesuai dengan asas-asas hukum yang berlaku. []